home bar

Senin, 09 Desember 2013

Organik ?

Organik ?
Sekedar untuk menambah wawasan sekitar Organik, saya menambahkan tulisan sebelumnya berikut ini.

Menurut USDA (United State Department of Agliculture) Consumer Brochure: Makanan Organik adalah yang dihasilkan oleh petani yang mengutamakan penggunaan sumber-sumber terbarukan
serta konservasi lahan dan air untuk meningkatkan kualitas lingkungan bagi generasi mendatang.
Daging organik, ayam, telur dan susu dihasilkan dari ternak-ternak yang pemeliharaannya tanpa asupan antibiotic serta hormone pertumbuhan. Makanan Organik diproduksi tanpa menggunakan pestisida kimiawi, pupuk sintetik atau pupuk-pupuk yang dibuat dengan bahan-bahan sintetik, endapan limbah, rekayasa bio serta radiasi ionisasi.
Sedangkan menurut organic-nature-news.com, definisi organik adalah semua produk yang ditanam atau dihasilkan tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia, hormone, antibiotik maupun bahan2 kimia tambahan lainnya dan diharapkan setidaknya 95% menggunakan bahan-bahan organik.
USDA ( Departemen Pertanian –AS, April ’08 ) menetapkan standard produksi dan handling organik untuk hewan-hewan ternak pedaging, telur dan susu dapat dinyatakan organik jika memenuhi antara lain:
1. Ternak potong dapat dinyatakan organik jika sejak sepertiga terakhir dari masa kehamilan dikelola secara organik. Sedangkan pada ayam jika sejak hari kedua anak ayam sudah dipelihara secara organik.
2. Diberi pakan organik dan boleh diberi suplemen vitamin dan mineral.
3. Sapi perah yang menghasilkan susu dan produk2 lainnya dapat dinyatakan organik setidaknya jika sudah dipelihara secara organik selama 12 bulan.
4. Semua ternak tidak boleh diberi hormon pertumbuhan dan antibiotik.
Adalah kenyataan pengertian organik yang baku yang dapat diterima oleh para pihak baik konsumen, produsen maupun institusi pengawasan hingga sekarang ini masih belum ada. Pada aras internasional standar produk maupun proses organik yang dikembangkan awalnya oleh Eropah pada akhir tahun 90-an dan AS yang mencoba menyusunnya kemudian, belum mencapai kesepakatan penuh.
Masih terdapat puluhan (35 isu) yang belum terselesaikan sehingga EU-dan US dapat mencapai kesetaraan (MRA=mutual recognition agreement) diantara keduanya. Adalah wajar pula bila kita di Indonesia sendiri belum mempunyai batasan tentang organik tersebut.
Didalam USDA sendiri ada beberapa pengertian tentang organik yang perbedaannya teknis sekali untuk diuraikan disini. Sedangkan untuk UK ada 10 lembaga yang memberi sertifikasi organik, namun yang paling berpengaruh adalah Soil Assocciation ( www.defra.gov.uk ). UK sendiri mengemukakan 4 prinsip dalam menetapkan suatu produk organik yaitu: principle of health, fairness, ecology and careness. Di Amerika sendiri misalnya ada upaya menekankan Labelling yang mempertimbangkan kepentingan konsumen untuk mendapatkan produk yang baik dan produsen untuk membedakan produk mereka disamakan dengan produk biasa.
Isu labeling ini dikumandangkan oleh Principle display Panel ( PDP) yang memberikan toleransi sampai 70% sudah bisa dikatagorikan organik.
Sebenarnya isu sertifikasi ini gencar disuarakan oleh EU dan AS. Mereka sebagai konsumen sibuk membuat ketentuan padahal faktanya produsen organik adalah Asia dan Australia mengingat kondisi lahan pertaniannya potensial sebagai produsen organik. Eropah sendiri banyak konsen mengenai handling, karena mereka tahu jauhnya jarak negara produsen ke Eropah. Amerika sendiri punya kebijakan non sertifikasi produk bagi para produsennya yang hasil produknya dibawah 5000 US Dollar pertahun untuk pasar lokal. 

Pada awal perkembangan standard organik nasional, IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements – http://www.ifoam.org) menekankan kerelaan masyarakat internasional agar ketidakseimbangan dan perbedaan standard organik dari berbagai negara itu secara bertahap dihapuskan, dan menghasilkan definisi tunggal mengenai organik. Bahkan kini IFOAM mendorong isu kesetaraan, gagasan bahwa peraturan-peraturan tentang organik di tingkat nasional dapat saja beragam secara rinci namun memiliki kesamaan tujuan.
Bagi Indonesia, kita harus kritis, jangan hanya mengacu standar USDA. Karena isu Organik ini juga berkembang, dan juga adanya bias untuk kepentingan nasional masing-masing negara, antara lain untuk menjadi trade barrier baru dalam perdagangan internasional.